Selamat Datang

SELAMAT DATANG

Senin, 29 Agustus 2011

Kandang komunal

PEMBERDAYAAN GAPOKTAN
DALAM AGRIBISNIS TERNAK SAPI
DENGAN RAKITAN TEKNOLOGI
MODEL PENGELOLAAN USAHA TERNAK
DENGAN SISTEM KANDANG KOMUNAL.











Oleh :
ANANG BUDI PRASETYO.SP
NIP. 19580727 198103 1 025
PPL BPP TIRIS.


















KATA PENGANTAR


Dengan memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT dan atas berkat rahmad serta hidayahnya, kami bisa menyelesaikan dan menyusun tulisan ini. Melihat kehidupan masyarakat petani di perdesaan yang semakin hari selalu dibelit berbagai macam keterbatasan baik dari segi pengetahuan dan ketrampilannya dalam melaksanakan usaha budidaya pertanian, khususnya dalam usaha di bidang peternakan, kami mencobah untuk memberikan sedikit solusi bagai mana agar kehidupan dan ketersediaan ternak bakalan tidak kalah bersaing dengan ternak impor.
Melalui kelembagaan petani yang ada di perdesaan yang selalu kurang informasi teknologi, maka tulisan ini bertujuan untuk bagai mana Gapoktan yang ada di berdayakan. Pemberdayaan Gapoktan dalam agribisnis ternak sapi dengan rakitan teknologi model pengelolaan usaha ternak dengan sistem kandang komunal, merupakan solusi untuk mengaktifkan kelembagaan yang ada di perdesaan.
Kami sadar dan percaya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mohon saran dan kritik agar kami bisa mengevaluasi kekurangan, untuk nantinya sebagai bahan perbaikan selanjutnya.
Dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi bagi pembangunan peternakan di Jawa Timur khususnya Kabupaten Probolinggo dan para pengguna memerlukan.








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................ ii
I. PENDAHULUAN ............................................................. 1
II. PERMASALAHAN .......................................................... 2
III. RAKITAN TEKNOLOGI ................................................. 4
A. Teknologi .................................................................. 6
B. Manajemen ............................................................... 7
C. Operasional Usaha .................................................. 8
D. Investasi Usaha ........................................................ 9
IV. STRATEGI PENGEMBANGAN ...................................... 13
V. PENUTUP ..................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 16




















I. PENDAHULUAN


Pemerintah melalui Program Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan menetapkan daging sapi menjadi salah satu sasaran komoditas strategis. Hal tersebut karena nilai impor daging dan sapi bakalan masih sangat besar. Potensi dan peranan Propinsi Jawa Timur sebagai sentra sapi dan pemasok daging sapi cukup besar untuk konsumsi Nasional.
Namun suplai daging maupun sapi bakalan dari Jawa Timur volumenya cenderung menurun dari tahun ke tahun, selain karena konsumsi masyarakat Jawa Timur sendiri terus meningkat. Penurunan suplai tersebut juga disebabkan karena belum efisiennya pola peternakan sapi oleh para peternak, pemeliharaan sapi masih dilakukan sebagai “Usaha Sambilan” dan dikelola secara tradisional.
Penguatan kelembagaan, peningkatan fungsi dan kinerja Gapoktan ( Gabungan Kelompok Tani ) ke arah lembaga ekonomi perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh petani / peternak sangat dibutuhkan untuk mengembangkan usaha Agribisnis ternak sapi. Pengelolaan secara induvidu para peternak mengalami kesulitan untuk mengembangkan usaha ternak sapinya, karena keterbatasan Modal, Akses lahan, Sarana produksi, inovasi teknologi dan pemasaran / pasar, disamping itu ditambah masih lemahnya kelembagaan agribisnis di perdesaan. Sehingga belum dapat berfungsi sebagai mitra Bank maupun pasar ( Yusdja et al., 2003 ).
Dengan berkembangnya Sistem Intregrasi Tanaman Ternak ( SITT ) di berbagai kawasan melalui pengelolaan usahatani secara terpadu dengan komponen ternak sebagai bagian kegiatan usaha, sangat mendukung untuk penerapan usaha pemeliharaan ternak secara berkelompok. Model pengelolaan ternak sapi dengan sistem kandang Komunal dapat digunakan sebagai alternatif dalam usaha ternak sapi secara berkelompok.
Dalam pemeliharaan ternak sapi, faktor kandang dan perlengkapannya mutlak diperlukan agar usaha ternak sapi dapat berhasil secara maksimal. Bangunan kandang harus dipisahkan dari rumah tinggal untuk menghindari pencemaran bau yang berasal dari kotoran ternak. Dengan menyatunya pemeliharaan ternak dengan tempat tinggal/ rumah berdampak kurang baik bagi kesehatan masyarakat disekitarnya khususnya keluarga peternak, ternaknya dan lingkungan perumahan. Lokasi kandang harus dipilih berdasarkan kelayakan teknis dan sosial serta dibangun di luar rumah/pemukiman.
Kandang Komunal seyogyanya didirikan dalam satu hamparan lahan dengan luasan tertentu, dikelola secara bersama dan dikoordinir oleh seorang ketua/koordinator. Beberapa keuntungan menerapkan sitem kandang komunal antara lain lebih ramah lingkungan, terjadi saling memotivasi antar peternak, mudah dalam tukar informasi, memungkinkan peningkatan skala usaha, mudah dalam pengumpulan limbah ternak, lebih efisien dalam kegiatan prosesing pakan, pengobatan, reproduksi (IB/Kawin alam) dan pemasaran ternaknya.
Disamping itu dengan sitem kandang komunal pengontrolan terhadap biosekuriti ternak akan lebih mudah ditangani sehingga kalau terjadi out-breek penyakit akan lebih mudah ditangani ( Ernawati et al.,2007 ).

II. PERMASALAHAN

Usaha ternak sapi akan lebih menguntungkan bila usahanya dalam skala komersial. Namun, beberapa permasalahan utama yang dirasakan oleh para pelaku agribisnis dan peternak sapi adalah tidak terjaminnya pasokan sapi bakalan dan pakan yang berkualitas (Thalib, 2001).
Selama ini banyak calon peternak, investor maupun Pemerintah Daerah yang berminat untuk mengembangkan ternak sapi mengurungkan niatnya ketika harus menghitung dengan penyediaan pakan hijauan. Keraguan timbul karena harus menyediakan luasan lahan tertentu untuk menanam tanaman hijauan makanan ternak ( HMT ) dengan segala resiko dan permasalahannya. Bahkan di tingkat peternak kecil, masalah kelangkaan hijauan sering terjadi. Para peternak terpaksa harus mencari rumput atau jerami ke tempat yang jauh sampai ke luar desa bahkan ke luar kecamatan. Permasalahan pakan ini terjadi karena belum terintregrasinya pemanfaatan limbah pertanian dengan usaha ternak dalam satu kawasan (PPSKI,2007).
Usaha perbibitan sapi jumlahnya masih sangat terbatas. Pengadaan bakalan sapi potong maupun induk sapi perah dari dalam negeri dalam jumlah besar menjadi tidak ekonomis, karena harus dikumpulkan dari berbagai daerah atau tempat yang membutuhkan biaya cukup besar, sehingga pengadaan bibit sapi dari impor menjadi lebih ekonomis. Akses modal melalui perbankan untuk pengembangan peternak juga masih sulit untuk diperoleh. Ditambah lagi keterbatasan tenaga kerja dalam keluarga sebagai pencari hijauan juga membatasi jumlah pemilikan ternak.
Permasalahan lain adalah kontinuitas pengadaan hijauan tidak terjamin, produksi hijauan berfluktuasi sesuai dengan musim dan terjadinya kelangkaan hijauan, terutama selama musim kemarau. Salah satu jalan keluarnya adalah perlu adanya penumbuhan usaha pembuatan pakan konsentrat maupun pakan lengkap (Complete Feed) dengan memanfaatkan potensi limbah pertanian agar penggunaannya dalam proses produksi memberikan keuntungan, sehingga para peternak terpacu untuk meningkatkan skala usahanya ( Hardianto et al., 2007 ).
Untuk mengembangkan usaha ternak sapi dengan sistem kandang komunal juga menghadapi permasalahan teknis dan manajemen pengelolaan, Keuntungan dan kerugian sitem kandang komunal belum sepenuhnya diketahui oleh para peternak, sehingga masih diperlukan sosialisasi tentang pengelolaan kandang komunal.
Pembuatan demplot atau percontohan model kandang komunal di sentra sentra petrnak sapi sangat dianjurkan yang disertai dengan penerapan berbagai komponen teknologi pendukungnya, seperti pembuatan pakan dan pengawetan hijauan, IB, prosesing kompos, biogas, pemasaran dan menejemen pengelolaan kandang komunal sesuai kondisi sosial dan ekonomi setempat.
Rakitan teknologi tentang model pengelolaan usaha perbibitan sapi dengan kandang komunal adalah salah satu alternatif dalam mendukung program perbibitan ternak sapi di perdesaan sebagai bahan acuan untuk para peternak yang tergabung dalam wadah Gapoktan ( Gabungan Kelompok Tani ) dalam satu hamparan.

III. RAKITAN TEKNOLOGI

Model pengelolaan kandang komunal perlu dilakukan secara terintregrasi mulai dari pengadaan bibit, pakan, manajemen produksi, prosesing limbah dan pemasaran ternak, agar para peternak dapat menghasilkan berbagai produk primer dan sekunder dari usaha ternaknya, seperti memproduksi pakan konsentrat, complete feed, kompos, biogas, pupuk cair, dan lain lain, sebagai pendapatan tambahan (Romjali et al., 2006)
Pada tahap awal perlu diintensifkan kegiatan pengembangan kapasitas kelompok untuk meningkatkan ketrampilan dalam perencanaan usaha, manajemen produksi dan pemasaran. Ditambah pengembangan jaringan dengan mitra usaha untuk meningkatkan akses informasi teknologi, modal, dan pasar.
Model pengelolaan kandang komunal sangat cocok untuk mendukung penumbuhan unit usaha ekonomi suatu Gapoktan. Sistem kandang komunal memiliki fungsi publik daqn privat sekaligus, maka fungsi publik perlu dijamin, demikian juga fungsi privatnya perlu dipertahankan (Dwiyanto et al., 2002). Kandang komunal seyogyanya diawali dari kebutuhan dan kesepakatan para peternak anggota Gapoktan untuk mengembangkan usaha bersama. Sistem kandang komunal sangat cocok dilakukan pada terbatasnya sumber daya tertentu (Lahan, tenaga kerja, pakan), sehingga dengan pengelolaan kandang komunal investasi usaha bersama akan lebih efektif dan efisien. Karakteristik ini perlu dijamin agar pengembangan sistem kandang komunal dapat tepat sasaran, lebih produktif serta dapat mengatasi perubahan kondisi lingkungan yang bersifat dinamis.
Usaha perbibitan sapi melalui persilangan antara sapi lokal dengan sapi luar negeri antara lain Simmental dan Limousin menunjukkan perkembangan yang semakin meningkat di Jawa Timur. Rakitan teknologi usaha perbibitan sapi dengan model kandang komunal ini sasarannya adalah usaha kelompok pada kondisi usaha peternak rakyat dengan skala usaha 50 – 100 ekor induk. Karakterisasi usaha perbibitan dengan kandang komunal yang direkomendasikan adalah sebagai berikut :




A. Teknologi.
Kontruksi kandang :
o Untuk wilayah dataran tinggi dinding dibuat tertutup penuh dengan diberi ventilasi, sehingga sirkulasi udara lancar dan tidak lembab.
o Untuk wilayah dataran rendah dinding dibuat tidak rapat (setengah dinding) agar ternak tidak kepanasan.
o Bahan Kandang : Kayu dan bambu, atap genting, lantai dari semen dengan kemiringan 3 – 5 cm agar aiar kencing tidak tergenang dan dibuatkan saluran pembungan.
o Dilengkapi tempat pakan dan tempat tandon pakan.
o Ukuran kandang : Sapi lokal (PO) 1 x 1,5 meter/ekor, untuk sapi keturunan (Simmental atau limoussin) 1,5 x 2,5 meter/ekor.
o Jenis sapi induk terdiri dari jenis sapi lokal (PO, Bali, Madura) atau turunan hasil persilangan sapi lokal dengan simmental atau limoussin.
o Sistim perkawinan : IB atau kawin suntik.
o Target jarak beranak < 14 bulan o Pedet disapih pada umur 7 bulan untuk selanjutnya dipelihara dalam kandang pembesaran. o Introduksi teknologi pembuatan pakan kosentrat memanfaatkan limbah pertanian untuk efisiensi biaya pemeliharaan dengan target skor kondisi tubuh induk 6 – 7. o Pemberian pakan untuk sapi induk yang bunting adalah 20 kg/ekor/hari hijauan (Rumput + jerami) ditambah kosentrat 1 – 1,5 %. Dari bobot badan dengan kandungan protein kasar (PK) minimal 10 % total digestible nutrient (TDN) minimal 58 %, Serat Kasar (SK) maksimal 20 % dan abu maksimal 10 %. o Pemberian pakan untuk sapi induk tidak bunting adalah 15 kg hijauan (Rumput + jerami) ditambah kosentrat 1 – 2 kg/ekor/hari. o Sapi yang bunting setelah umur kebuntingan 8 bulan dipisahkan dari kelom[pok kandang beranak sampai dengan anak umur 40 hari, setelah pedet umur 49 hari induk beserta anak dikumpulkan kembali kedalam kandang menyusui. o Pengawasan intensif dilakukan terhadap induk bunting tua menjelang kelahiran yang menunjukkan tanda tanda ambing membesar, tegang, dan punting mengeras. o Segera menyusukan anak yang baru lahir selambat lambatnya 1 jam setelah kelahiran. o Sanitasi kandang : Pembersihan kandang dilakukan setiap hari untuk mengurangi bau dan lantai kandang diberi alas jerami kering, sekam atau serbuk gergaji. B. Manajemen.  Tim Pengelola : • Ketua / koordinator : 1 orang • Sekretaris dan Bendaraha : 1 orang • Keamanan umum : 1 orang • Petugas inseminator dan : 1 orang kesehatan hewan • Operator pakan : 1 orang  Hak dan kewajiban pengelola : • Hak : Menerima gaji bulanan dan intensif dari setiap transaksi/penjualan ternak sesuai dengan kesepakatan • Kewajiban : Mengelola administrasi usaha dan keuangan kelompok,pengadaan hibit, konsentrat, obat obatan/jamu ternak, melaksanakan inseminasi, mamasarkan ternak, menjaga keamanan ternak, untuk menjaga keamanan ternak, dapat diterapkan jadwal jaga secara bergilir sesuai kesepakatan sesama anggota kelompok.  Hak dan kewajiban peternak : • Hak : Memperoleh sisa hasil usaha, pupuk kandang/kompos, pelatihan dan pembinaan tentang teknologi produksi. • Kewajiban : Memelihara ternak (memberi pakan, membersihkan kandang) dan menyediakan hijauan untuk masing masing ternaknya, mengamati induk yang birahi dan kesehatan ternak, membantu kelahiran, memelihara anak sampai lepas sapih.  Hak dan kewajiban Gapoktan : • Hak : Memperoleh sisa hasil usaha, mengawasi dan memonitor perkembangan usaha, mengangkat dan memberhentikan tim pengelola, merekrut calon peternak pengaduh. • Kewajiban : Menyediakan investasi usaha ( Lahan,bibit sapi, kandang, mesin dan peralatan ), ansuransi ternak, membina dan mengembangkan usaha, memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada peternak dalam teknologi produksi, menjalin kemitraan dengan berbagai pihak ( Dinas pertanian, peternakan KUD/Koperasi, perusahaan Fedlofter, kelompok peternak, perbakan, pasar dan lain sebagainya ).  Pembagian keuntungan : Sisa hasil usaha (SHU) atau keuntungan bersih, yaitu pendapatan kotor setelah dikurangi biaya operasional ( gaji dan intensif tim pengelola, kosentrat, insemenasi, obat obatan/jamu ternak, nilai penyusutan kandang, mesin dan peralatan, sewa lahan, pelatihan, biaya pemasaran,dll). Dibagi sama yaitu 50 % untuk gapoktan dan 50 % untuk peternak pemelihara. C. Operasional Usaha. Usaha perbibitan sapi potong dilakukan secara terpadu dengan didukung oleh usaha pembuatan pakan kosentrat dan memfaatkan limbah pertanian, prosesing kotoran ternak menjadi kompos / bhokasi, buatan jamu ternak dan pengawetan hijauan pakan ternak dalam bentuk silase untuk cadangan pakan pada musim kemarau. Usaha perbibitan ini merupakan kegiatan awal pengembangan usaha yang nantinya Gapoktan dapat melakukan diversifikasi usaha secara bertahap dengan mengembangkan usaha pengemukan disesuaikan dengan ketersediaan dana dan kapasitas kandang.  Pemilihan Bibit Pemilihan bibit sapi disesuaikan dengan kesepakatan dan prefensi peternak melalui seleksi dari jenis jenis sapi lokal ( Sapi PO, Bali, Madura ) yang memiliki Adabtability tinggi terhadap lingkungan ataupun menggunakan sapi hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi luar negeri antara Simmental atau Limousin. Sapi lokal walaupun tidak mempunyai laju pertumbuhan sebesar sapi silangan, namun pada berbagai kondisi keterbatasan pakan masih mampu menunjukkan produltivitas dan efisiensi ekonomis yang optimal. Sapi lokal memiliki beberapa keunggulan antara lain : o Lebuh efisien dalam penggunaan pakan. o Beradaptasi baik terhadap stress lingkungan ( Panas, Lembab, pkan mutu rendah dan caplak ) o Bobot potong lebih sesuai untuk kebutuhan pasar lokal. Berdasarkan hal tersebut diatas maka sapi lokal lebih cocok dan ekonomis dikembangkan pada kondisi peternakan rakyat. Seleksi bibit dilakukan untuk mendapatkan bibit yang mempunyai mutu/produktivitas tinggi. Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan bibit didasarkan kepada : o Keserasian karakteristik bangsa yaitu, Warna, bentuk tubuh meliputi keserasian antara kepala, leher, dan tubuh. o Tidak cacat. o Seleksi berdasarkan tinggi badan, kondisi kesehatan, bebas penyakit menular dan alat reproduksi normal. Dalam pengadaan bibit ini dapat bekerjasama dengan para petani disekitar lokasi usaha.  Alokasi Modal Usaha Untuk efektifitas dan efisiensi usaha, maka modal yang tersedia perlu dikelola dengan melakukan pengalokasian sebagai berikut : Dari jumlah modal awal sebanyak 100 %, maka untuk investasi dialokasikan sebanyak kurang lebuh 25 persen dan sisanya 75 persen untuk modal kerja. Investasi terutama untuk pembuatan kandang, bangunan, pengadaan mesin dan peralatan kandang. Sedangkan modal kerja digunakan untuk sewa lahan, pembelian sapi induk, pengadaan bahan baku kosentrat dan bahan penolong, gaji pengelola dan untuk omzet penjualan dan piutang oleh pihak ke- 3 (Konsumen). Dari nilai omzet dan piutang, nilai laba kotor biasanya berkisar antara 30 – 40 % yang terbagi menjadi biaya Overhead sebanyak 50 % dan laba bersih 50 %. Secara skematis strategi pengalokasian modal dalam usaha perbibitan sapi dicantumkan sebagai berikut : D. Investasi Usaha Gambaran kebutuhan investasi untuk satu unit usaha perbibitan sapi dengan modal pengelolaan kandang komunal untuk Skala kelompok adalah sebagai berikut : Tabel 1. Perkiraan kutuhan investasi dan Biaya operasional satu unit usaha perbibitan Sapi dengan kandang komunal skala 50 ekor sapi Uraian Jumlah Kebutuhan Harga Satuan ( RP ) Jumlah ( Rp ) • Sewa Lahan • Pembuatan kandang • Bangunan,gudang pakan,tempat prosesing pakan,kompos,penjaga,dll. • Pembelian sapi induk • Mesin Chopper • Mesin Mixer horizontal • Pompa air & sumur • Peralatan kandang • Timbangan Duduk • Bahan baku pakan ksentrat, jamu trnak, obat obatan, BBM dan karung • Gaji Pengelola 0,500 Ha 180 m 2 50 m 2 50 ekor 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Paket 1 Unit 3 Bulan 3 Bulan 2.000.000/Ha/Th 200.000 200.000 5.000.000 15.000.000 20.000.000 7.500.000 1.500.000 1.500.000 3.500.000 4.000.000 1.000.000 36.000.000 10.000.000 250.000.000 15.000.000 20.000.000 7.500.000 1.500.000 1.500.000 3.500.000 4.000.000 Jumlah : 350.000.000 IV. STRATEGI PENGEMBANGAN ANALISA TOWS 1. KEKUATAN :  Gapoktan umumnya mempunyai komitmen kuat untuk mengembangkan agribisnis ternak secara komersial dan mempunyai kelompok usaha ternak yang bisa dikembangkan.  Pengelolaan melibatkan para peternak sejak persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.  Komoditi sapi memiliki peluang pasar yang cukup baik.  Gapoktan memiliki kemampuan SDM yang memadai ( Pengetahuan dan ketrampilan ) dalam memelihara ternak sapi.  Teknologi perbibitan umumnya tidak membutuhkan input yang tinggi dari luar.  Dengan kandang komunal, akan terjadi sinergism antar peternak dan bila pengelolaannya dilakukan dengan baik, maka kelompok dapat mengembangkan sakala usaha. 2. KELEMAHAN :  Komitmen kurang kuat karena pembentukan kelompok usaha dilakukan berdasarkan proyek/program yang bersifat top down.  Belum seluruh gapoktan berpengalaman dalam menerapkan sistem kandang komunal, termasuk pengalaman praktis dan sikap yang tepat dalam usah bersama secara berkelompok. 3. PELUANG :  Pemerintah c/q Dpartemen Pertanian terus mendorong upaya pengembangan usaha agribisnis perdesaan oleh gapoktan melalui berbagai program sektoral maupun sub sektor.  Adanya dukungan kebijaksanaan pemerintah untuk meluncurkan berbagai skim kredit untuk pembiayaan usaha kecil dan menengah ( UKM ) di perdesaan. 4. ANCAMAN :  Pengembangan usaha perbibitan sapi rakyat dengan sistem kandang komunal akan sulit berkembang apabila kebijakan impor sapi bakalan tidak dikendalikan, karena tidak akan mampu bersaing dalam aspek harga dan pemasaran ternaknya.  Masih terjadi fluktuasi harga sapi bakalan di pasar lokal maupun regional. Strategi Pengembangan Berdasarkan analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman tersebut diatas, maka untuk mengembangkan usaha perbibitan dengan sistem kandang komunal perlu memperhatikan, hal- hal sebagai berikut :  Dalam pengembangannya perlu memanfaatkan potensi lokal semaksimal mungkin dan membatasi input dari luar.  Memperkuat kemampuan Gapoktan dalam hal perencanaan dan pengelolaan usaha skala komersial dan jaringan pemasaran.  Dukungan teknologi untuk peningkatan produktivitas, mutu dan kontinuitas produksi secara berkelanjutan, sehingga dapat bersaing dengan produksi dari daerah lain.  Penguatan kelembagaan kelompok tani / Gabungan kelompok tani ( Gapoktan ) terutama dari segi manajemen produksi, pemasaran dan organisasi.  Memperluas jaringan kemitraan usaha antara Gaopoktan dengan pihak swasta ( Mitra Usaha ) maupun pemerintah dalam rangka memperkuat koordinasi kerja sama antar pelaku agribisnis perternakan. V. P E N U T U P. Terbatasnya akses lahan, modal, tenaga kerja dan pasar dalam usaha terna sapi secara individual dan tradisional, memerlukan rekayasa baru dalam penataan kelembagaan produksi, teknologi dan kebijakan. Pemberdayaan Gapoktan dalam agribisnis ternak sapi dengan Rakitan teknologi model pengelolaan usaha ternak dengan sistem kandang komunal. Merupakan salah satu solusi dan alternatif dalam pengembangan agribisnis ternak skala komersial di perdesaan. Permasalahan yang menghambat perkembangan sistem kandang komunal terletak pada kurangnya sosialisasi, keterbatasan fungsi kelembagaan peternak yang berkaitan dengan aspek teknis, pemasaran dan kebijakan. DAFTAR PUSTAKA. 1. Badan Litbang pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 2. Diwyanto, K., B.R. Prawira dwiputra dan D. Lubis. 2002. Integrasi tanaman Ternak Dalam Pengembangan Agroekosistem yang Berda saing, Berkelanjutan dan Berkerakyatan. Wartazoa. Vol. 12. No. 1 3. Ernawati, Ulin Nuschati, Subiharta, dan Seno Basuki. 2007. Teknologi Rekayasa Kandang komunal Penggemukan Sapi Potong. BPTP Jawa Tengah, Badan Litbang Pertanian. 4. Hardiyanto Ruly, Dwita Indra Rosa dan Sudarmadi Puenomo. 2007. Pengolahan Lmbah Pertanian Untuk Pembuatan Pakan Sapi Potong Pada Skala Kelompok Tani Di Jawa Timur. Makalah dalam seminar Nasional Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman Ternak ( SITT ). Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian. 5. Hartati, Mariyono dan D>B. Wijono.2006. Nilai Ekonomis Pembibitan Sapi PO ( Peranakan Ongole ) Pada Kondisi Pakan Low External Input. In-Press. Lolit Sapi Potong,Grati-Pasuruan.
6. PPSKI ( Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia ). 2007. Kesiapan Peternak dan Industri Peternakan dalam Pelaksanaan Program Kecukupan Daging 2010. Paper disampaikan dalam Pertemuan “Sumbangan ISPI pada PKD 2010”, Januari 2007”. Ditjenak, Jakarta.
7. Romjati Endang, Mariyono, Didi B.W dan Hartati. 2006. Rakitan Teknologi Pembibitan Sapi Potong. Buletin Teknologi-BPTP Jawa Timur, Malang.
8. Suryana, A. 2000. Harapan dan tantangan bagi sub sektor peternakan dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Pros.Sem.Nas. Peternakan dan Veteriner.Puslitbangnak.Bogor.
9. Thalib, C. 2001. Pengembangan Sistem Perbibitan Sapi Potong Nasional. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia. Puslitbang Peternakan Bogor.Vol. 11 Nomor 1. Tahun 2001.
10. Yusdja, Y, N. Ilham, W,K. Sejati, 2003. Profil dan Permasalahan Peternak Dalam : Forum Penelitihan Agro Ekonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Vol. 21 No.1. Juli P 44-56.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar